Minggu, 06 Maret 2011

MANUSIA DAN CINTA



PENGERTIAN CINTA
Menurut kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwadarminta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasihan.
Walaupun cinta kasih mengandung arti hampir bersamaan, namun terdapat perbedaan juga antara keduanya. Cinta lebih mengandung pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya, dengan kata lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara nyata.
Dalam bukunya seni mencinta, Erich Fromm menyebutkan, bahwa cinta itu terutama memberi, bukan menerima. Cinta selalu menyatakan unsur – unsur dasar tertentu, yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian, dan pengenalan. Pada pengasuhan contoh yang paling menonjol adalah cinta seorang ibu pada anaknya, bagaimana seorang ibu dengan rasa cinta kasihnya mengasuh anaknya dengan sepenuh hati. Sedang tanggung jawab dalam arti benar adalah sesuatu tindakan yang sama sekali suka rela yang dalam kasus hubungan ibu dan anak bayinya menunjukan penyelenggaran atas hubungan fisik. Unsur yang ketiga adalah perhatian yang berarti memperhatikan bahwa pribadi lain itu hendaknya berkembang dan membuka diri sebagaimana adanya. Yang keempat adalah pengenalan yang merupakan keiginan untuk mengetahui rahasia manusia. Dengan ke empat unsur tersebut, yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian, pengenalan, suatu cinta dapat dibina secara lebih baik.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh Dr. Sarlito W. Sarwono. Dikatakannya bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu keterikatan, keintiman, dan kemesraan. Yang dimaksud dengan keterikatan adalah adanya perasaan untuk hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain kecuali dengan dia. Kalau janji dengan dia harus ditepati, ada uang sedikit beli oleh – oleh untuk dia. Unsur kedua adalah keintiman yaitu adanya kebiasaan – kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukan bahwa antara anda dengan dia sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan – panggilan formal seperti bapak, ibu, saudara, digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan sayang dan sebagainnya. Makan minum dari satu piring – cangkir tanpa rasa risi, pinjam meminjam baju, saling memakai uang tanpa rasa berhutang, tidak saling menyimpan rahasia dan lain – lainnya. Unsur yang ketiga adalah kemesraan, yaitu adanya rasa ingin membelai atau dibelai, rasa kangen kalau jauh atau lama tidak bertemu, adanya ucapan – ucapan yang mengungkapkan rasa sayang, dan seterusnya.
Selanjutnya Dr. Sarlito W. Sarwono mengemukakan, bahwa tidak semua unsur cinta itu sama kuatnya. Kadang – kadang ada yang keterikatannya sangat kuat, tetapi keintiman atau kemesraannya kurang. Cinta seperti itu mengandung kesetiaan yang amat kuat, kecemburuannya besar, tetapi dirasakan oleh pasangannya sebagai dingin atau hambar, karena tidak ada kehangatan yang ditimbulkan kemesraan atau keintiman. Misalnya cinta sahabat karib atau saudara sekandung yang penuh dengan keakraban, tetapi tidak ada gejolak – gejolak mesra dan orang yang bersangkutan masih lebih setia kepada hal – hal lain dari pada partnernya. Cinta juga dapat diwarnai dengan kemesraan yang sangat menggejolak, tetapi unsur keintiman dan keterikatannya yang kurang. Cinta seperti itu dinamakan cinta yang pincang, karena garis – garis unsur cintannya tidak membuat segitiga sama sisi.

CINTA MENURUT AJARAN AGAMA
Dalam kehidupan manusia, cinta menempakkan diri dalam berbagai bentuk. Kadang – kadang seseorang mencintai dirinya sendiri. Kadang – kadang mencintai orang lain. Atau juga istri dan anaknya, hartanya, atau Allah dan Rasulnya. Berbagai bentuk cinta ini bisa kita dapatkan dalam kitab Suci Al – Qur’an.
  1. CINTA DIRI
Cinta diri erat kaitannya dengan dorongan menjaga diri. Manusia senang untuk tetap hidup, mengembangkan potensi dirinya, dan mengaktualisasikan diri. Ia mencintai segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan pada dirinya. Sebaliknya ia membenci segala sesuatu yang mengahalanginya untuk hidup, berkembang dan mengaktualisasikan diri. Ia juga membenci segala sesuatu yang mendatangkan rasa sakit, penyakit, dan mara bahaya. Al – Qur’an telah mengungkapkan cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri ini, kecendrungannya untuk menuntut segala sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya, dan menghindari dari segala sesuatu yang membahayakan keselamatan dirinya, melalui ucapan Nabi Muhammad SAW, bahwa seandainnya beliau mengetahui hal – hal gaib, tentu beliau akan memperbanyak hal – hal yang baik baik bagi dirinya dan menjauhkan dirinya dari segala keburukan.

  1. CINTA KEPADA SESAMA MANUSIA
Agar manusia dapat hidup dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia lainnya, tidak boleh tidak ia harus membatasi cintannya pada diri sendiri dan egoismenya. Ia pun hendaknya ia menyeimbangkan cintanya dengan itu dengan cinta dan kasih sayang pada orang – orang lain, bekerja sama dengan dan memberi bantuan kepada orang lain. Oleh karena itu, Allah ketika memberi isyarat tentang kecintaan manusia pada dirinya sendiri, seperti yang tampak pada keluh kesahnya apabila ia tetimpa kesusahan dan usahanya yang terus menerus untuk memperoleh kebaikan serta kebakhilannya dalam memberikan sebagian karunia yang diperolehnya, setelah itu Allah langsung memberi pujian kepada orang – orang yang berusaha untuk tidak berlebih – lebihan dalam cintannya kepada diri sendiri dan melepaskan diri dari gejala – gejala itu adalah dengan melalui iman, menegakkan shalat, memberikan zakat, bersedekah kepada orang – orang miskin dan tidak punya, dan menjauhi segala larangan Allah.

  1. CINTA SEKSUAL
Cinta erat kaitannya dengan dorongan seksual. Sebab ialah yang bekerja dalam melestarikan kasih sayang, keserasian, dan kerjasama antara suami dan istri. Ia merupakan faktor yang primer bagi kelangsungan hidup keluarga :
“Dan di antara tanda – tanda kekuasaan-nya ialah dia menciptakan untukmu istri – istri dan jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda – tanda bagi yang berfikir”. (QS, Ar – Rum, 30:21)

  1. CINTA KEBAPAKAN
Mengingat bahwa antara Ayah dengan anak – anaknya tidak terjalin oleh ikatan – ikatan fisiologis seperti yang menghubungkan si Ibu dan anak – anaknya, maka para ahli ilmu jiwa modern berpendapat bahwa dorongan kebapakan bukanlah dorongan fisiologis seperti halnya dorongan keibuan, melainkan dorongan psikis. Dorongan ini nampak jelas dalam cinta bapak kepada anak – anaknya, karena mereka sumber kesenangan dan kegembiraan baginya, sumber kekuatan dan kebanggaan, dan merupakan faktor penting bagi kelangsungan peran bapak dan kehidupan dan tetap terkenangnya dia setelah meninggal dunia. Ini terlihat jelas dalam doa Zakaria as, yang memohon pada Allah semoga ia dikarunia seorang anak yang akan mewarisnya dan mewarisi keluarga Ya’qub :
“Ia berkata : “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalanku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi keluarga Ya’qub, dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang dirirdhai” : (QS, Maryam, 19:4-6)

  1. CINTA KEPADA ALLAH
Puncak cinta manusia, yang paling bening, jernih dan spiritual ialah cintanya kepada Allah dan kerinduannya kepada-nya. Tidak hanya dalam shalat, pujian, dan doannya saja. Tetapi juga dalam semua tindakan dan tingkah lakunya. Semua tingkah laku dan tindakannya ditujukan kepada Allah, mengharapkan penerimaan – dan ridhannya.
“Katakanlah : “Jika kamu (benar – benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa – dosamu”. Allah maha pengampun lagi maha penyanyang”. (QS, Ali Imran 3:31)
Cinta yang ikhlas seorang manusia kepada Allah akan membuat cinta menjadi kekuatan pendorong yang mengarahkannya dalam kehidupannya dan menundukkan semua bentuk kecintaan lainnya. Cinta ini pun juga akan membuatnya menjadi seorang yang cinta pada sesame manusia, hewan, semua makhluk Allah dan seluruh alam semesta. Sebab dalam pandangannya semua wujud yang ada disekelilingnya mempunyai manifestasi dari Tuhannya yang membangkitkan kerinduan – kerinduan spiritualnya dan harapan kabulnya.

  1. CINTA KEPADA RASUL
Cinta kepada Rasul , yang diutus Allah sebagai rahmah bagi seluruh alam semesta, menduduki peringkat kedua setelah cinta kepada Allah. Ini karena Rasul merupakan ideal sempurna bagi manusia baik dalam tingkah laku, moral, maupun berbagai sifat luhur lainnya. Seorang mukmin yang benar – benar beriman dengan sepenuh hati akan mencintai Rasulullah yang telah menanggung derita dakwah Islam, berjuang dengan penuh segala kesulitan sehingga Islam tersebar di seluruh penjuru dunia, dan membawa kemanusiaan dan kekelamaan kesesatan menuju cahaya petunjuk.

KASIH SAYANG
Pengertian kasih sayang menurut kamus umum bahasa Indonesia karangan W.J.S.Poerwadarminta adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang. Dalam kasih sayang sadar atau tidak sadar dari masing – masing pihak dituntut tanggung jawab, pengorbanan, kejujuran, saling percaya, saling pengertian, saling terbuka, sehingga keduanya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh. Bila salah satu unsur kasih sayang hilang, misalnya unsur tanggung jawab, maka retaklah keutuhan rumah tangga itu. Kasih sayang yang tidak disertai kejujuran, terancamlah kebahagian rumah tangga itu.
Adanya kasih sayang ini mempengaruhi kehidupan si anak dalam masyarakat. Orang tua dalam memberikan kasih sayangnya bemacam – macam demikian pula sebaliknya. Dari cara pemberian cinta kasih ini dapat dibedakan :
1.      Orang tua bersifat aktif, si anak bersifat pasif
2.      Orang tua bersifat pasif, si anak bersifat aktif
3.      Orang tua bersifat pasif, si anak bersifit pasif
4.      Orang tua bersifat aktif, si anak bersifat aktif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar