Dengan demikian, kunci dari model Robbins adalah bagaimana mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan, merngsang kreativitas, melepaskan ketegangan, dan memprakarsai benih-benih perubahan. Selanjutnya, Robbins menjelaskan bahwa konflik itu baik bagi organisasi jika:
1. Merupakan suatu alat untuk melakukan perubahan.
2. Mempermudah terjadinya keterpaduan (cohesiveness) kelompok;
3. Memperbaiki keefektifa kelompok dan organisasi;
4. Menimbulkan tingkat ketegangan yang sedikit lebih tinggi dan lebih konstruktif.
Tingkat konflik yang tidak memadai (terlalu rendah) atau terlalu berlebihan (konflik tinggi) dapat merintangi keefektifan organisasi untuk mencapai kualitas pelayana publik yang tinggi. Kedua situasi ektrem ini dapat menimbulkan sikap-sikap aparat yang apatis, absenteisme tinggi, bekerja seadanya, tidak empati terhadap pengguna jasa, dan sebagainya; yang pada akhirnya akan memperendah kualitas pelayananmereka pada publik. Untuk itulah, diperlukansuatu keahlian untuk mengelola konflik dari setiap pimpinan organisasi publik penggunaan berbagai teknik pemecahan dan motivasi untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan disebut sebagai manajemen konflik.